Rabu, 29 Juli 2009

TERAPI BERNYANYI II

TERAPI BERNYANYI:

MENGGAIRAHKAN KREATIVITAS BERBAHASA INSAN AUTIS

(ANTARA ORANGTUA DAN ANAK)

(Sulfi Alhamdi)

Insan autis adalah insan yang sangat istimewa. Mereka dengan segala keterbatasan dan permasalahannya tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita. Mereka adalah bagian dari kita. Berbagai upaya akan dimaksimalkan bagi kebutuhan perkembangan dan pendidikan mereka.

Orangtua adalah orang yang terdekat dengan anak. Sebaiknya orangtua, ayah-ibu, mempunyai waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan orang lain. Koneksi perasaan antara orangtua dan anak akan lebih terjalin dengan baik. Proses komunikasi akan tercipta dan berjalan secara alami. Ini adalah modal dasar untuk melakukan kegiatan bernyanyi ini. Kegiatan ini dapat dilakukan secara berkesinambungan sehingga akan menjadi salah satu alternatif terapi bagi anak.

Terapi bernyanyi adalah salah satu kegiatan yang dapat dilakukan bersama insan autis. Terapi bernyanyi ini dapat diberikan kapan saja, di mana saja dan oleh siapa saja; orangtua, guru/therapist, orang yang dekat dengan insan autis. Terapi benyanyi ini dapat diberikan kepada seluruh insan autis, meskipun mereka memiliki perbedaan manifestasi gangguan yang berbeda-beda.

Para orangtua tidak perlu khawatir dengan kondisi sang anak. Selain tujuan tertentu yang ingin dicapai, kegiatan ini secara umum adalah kegiatan yang menyenangkan, terutama bagi anak. Bernyanyi dapat menciptakan situasi yang nyaman, meningkatkan rasa percaya diri anak karena ia dapat menyanyikan lagu tertentu, memudahkan orangtua mengamati perkembangan anak terutama kemampuan verbal dan daya tangkapnya.

Lagu apa sajakah yang dapat kita nyanyikan bersama mereka? Pada dasarnya semua lagu dapat dinyanyikan bersama si anak. Jika ternyata anak menyukai sebuah lagu, baik yang ia nyanyikan langsung atau sekedar bersenandung, maka cobalah untuk mencari tahu dan memahami lagu tersebut. Biasanya anak lebih cenderung menyanyikan lagu tersebut sendiri/tanpa diminta. Pada waktu tertentu mintalah ia untuk menyanyikan lagu tersebut dan bernyanyilah bersama sang anak. Akan tetapi harus dipastikan bahwa kegiatan bernyanyi tersebut adalah kegiatan yang menyenangkan, sehingga mereka tidak merasa terbebani.

Untuk mencapai tujuan tertentu, cobalah untuk memahami lagu tersebut secara khusus. Seperti dengan memahami tema dan lirik lagu tersebut. Kemudian tentukan kosakata pilihan yang sesuai dengan tema lagu. Misalnya lagu “Naik-naik ke Puncak Gunung.” (yang juga dijadikan sebagai lagu untuk salah satu produk iklan di televisi). Pada bagian lagu tersebut terdapat kalimat “kiri kanan, ku lihat saja, banyak pohon cemara.” Kata kiri dan kanan diambil sebagi kosakata pilihan. Berikanlah pemahaman tentang konsep kiri dan kanan tersebut. Misalnya tentang tangan kiri dan kanan, telinga kiri dan kanan, atau orang yang duduk di sisi kiri dan kanan pada saat kegiatan tersebut berlangsung.

Kosakata dalam lagu tersebut juga dapat disesuaikan dengan keadaan sekitar, tidak harus kaku sesuai dengan lirik lagu aslinya . “Kiri kanan, kulihat saja, ada Mama dan Papa” atau apa saja. Kegiatan ini harus dilakukan secara berkesinambungan. Orangtua harus jeli melihat kondisi anak, jangan sampai ia jenuh yang mengakibatkan hal yang tak terduga, seperti mengamuk, menangis atau reaksi lainnya.

Usahakan sampai sang anak benar-benar memahami makna kosakata-kosakata yang telah kita tentukan sebelumnya. Kemudian barulah melakukan penambahan kosakata dengan tema yang lain. Proses ini secara tidak langsung telah mengikat orangtua dan anak dalam kegiatan interaksi dan komunikasi. Akhirilah kegiatan ini dengan memberikan reward/penghargaan padanya berupa tepuk tangan, ciuman, atau kata-kata sanjungan dll.

Bagaimana kalau sani anak menyukai lagu-lagu yang sedang hit saat ini? Tentu saja ini akan lebih baik. Karena dapat dipastikan bahwa anak memiliki tingkat kecerdasan yang lebih. Mintalah anak untuk menyanyikan lagu tersebut. Berikan kesempatan pada anak untuk berekspresi semaksimal mungkin (layaknya seorang penyanyi professional).

Perhatikanlah aksinya dalam menyanyikan lagu tersebut. Catat poin-poin yang perlu untuk dikoreksi; pelafalan, pemaknaan kosakata, kosakata yang dimodifikasi dan yang hal lain yang tak terduga. Ajak anak berkomunikasi tentang catatan koreksian tersebut; memberikan contoh pengucapan kosakata yang benar, penekanan makna pada kosakata tertentu, pemilihan kosakata pengganti yang tepat, ekspresi untuk memaknai kosakata tertentu.

Kemampuan lebih sebagai orangtua juga akan dituntut untuk menjadikan kegiatan ini sebagai sesuatu hal yang sangat berarti. Anak tidak hanya akan memahami kosakata pilihan, tetapi lebih dari itu, anak akan dikenalkan dengan phrasa atau kalimat dalam lirik lagu tersebut. Perhatikan minat sang anak. Jangan pernah memaksakan sesuatu, jika hal tersebut memiliki kecenderungan untuk menimbulkan perilaku negatifnya. Dan jangan lupa, akhirilah kegiatan ini dengan sebuah reward.

Bagaimana kalau anak tidak bisa bernyanyi? Tiap-tiap anak memiliki respon yang berbeda terhadap input sensori. Memahami respon, mengobservasi kelebihan dan kekurangan anak menjadi sangat penting karena hal tersebut dapat membantu orangtua dalam menentukan aktivitas yang diminati dan dinikmati anak. Orangtua dapat memulai kegiatan ini dengan bernyanyi sendiri sembari mencoba mencuri perhatian anak. Lakukan hal tersebut berulang-ulang. Apabila lagu tersebut tidak mendapat respon, mungkin harus mencari lagu yang lain sehingga dapat menarik perhatian si buah hati.

Respon anak adalah hal yang sangat penting. Jika ia belum bisa dengan bahasa verbal, tuntun anak dengan bahasa non verbal. “ Satu-satu, aku sayang ibu, …” Tentukan tema yang akan difokuskan. Misalnya tema berhitung, satu-satu, dua-dua, tiga-tiga, satu-dua-tiga. Gunakan jari sebagai alat peraga untuk menuntun pemahaman non-verbal anak. Lakukan kegiatan ini secara berkesinambungan sebelum membahas tema yang lain. Dan jangan lupa, akhirilah kegiatan ini dengan sebuah reward.

Terapi bernyanyi ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan lagu-lagu kreasi sendiri. Orangtua dapat menciptakan lagu yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Atau dapat mengganti lirik lagu yang sudah ada. Misalnya lagu “Are You Sleeping”, dengan mengubah lirik lagu tersebut menjadi tema berhitung; one two three four, one two three four, five and six, five and six, seven eight and nine ten, seven eight and nine ten, very good, very good.

Kegiatan terapi bernyanyi ini tidak harus kaku, lagu-lagu yang disenangi anak dapat diperdengarkan secara utuh dengan musik pengiringnya. Orangtua dapat memperdengarkan album lagu-lagu anak atau lagu-lagu yang mereka sukai. Ciptakan suasana gembira. Ikutlah bernyanyi dan bergembira bersama mereka.

Terapi Bernyanyi I

Terapi Bernyanyi: Menggairahkan Kreativitas Berbahasa Insan Autis

(Program Terapi di Sekolah Khusus Autis )

Oleh: Sulfi Alhamdi

Mengantarkan anak ke sekolah/klinik terapi khusus insan autis adalah solusi utama bagi para orangtua yang memiliki anak istemewa untuk pendidikan si buah hati. Saat ini, kita dengan mudah dapat menemukan sekolah/klinik terapi khusus tersebut. Masing-masing tempat menawarkan program/metode terapi yang bervariasi; terapi wicara, okupasi, sensori integrasi, musik dan lain-lain. Keseluruhan metode tersebut pada intinya merupakan usaha dalam upaya penyembuhan sang anak.

Kegiatan bernyanyi (terapi bernyanyi) merupakan salah satu alternatif terapi bagi insan autis. Terapi ini belum dikenal secara luas. Terapi bernyanyi ini dapat disetarakan dengan terapi musik atau terapi-terapi lainnya. Sejauh ini bernyanyi hanya diberikan sebagai kegiatan selingan para guru/terapis ketika bersama dengan sang anak. Dengan melakukan kegiatan ini secara intensif dan berkesinambungan maka kegiatan ini akan menjadi treatment khusus mengacu kepada terapi tersendiri.

Terapi bernyanyi adalah kegiatan bernyanyi, baik yang diiringi musik maupun tidak, untuk melatih pemahaman anak terhadap diri dan lingkungannya. Terapi ini akan mengantarkan anak pada kondisi emosi yang positif. Anak dapat berinteraksi verbal maupun non verbal dengan lingkungan atau orang yang berada disekitarnya. Motorik halus dan kasar akan terlatih dengan melakukan gerakan-gerakan yang berpedoman pada lirik lagu yang sedang dinyanyikan. Terapi ini akan menjadi lebih efektif dan produktif karena lebih mengarah ke suatu permainan yang menyenangkan.

Guru/terapis memegang peranan utama bagi pendidikan sang anak saat berada di sekolah. Semua guru/terapis yang ada di sekolah dapat melaksanakan terapi bernyanyi ini, meskipun pada dasarnya mereka telah memiliki keahlian khusus masing-masing. Hal utama yang harus diperhatikan bahwa terapi ini bertujuan untuk mengajak anak bergembira sembari mempersiapkan pencapaian tujuan khusus yaitu menggairahkan kreativitas berbahasa, baik verbal maupun non verbal sang anak.

Terapi bernyanyi dapat dilaksanakan dengan Metode Kelas Bersama. Metode ini menggabungkan seluruh anak dan didampingi oleh masing-masing guru/terapis mereka. Tidak seperti halnya terapi yang lain, satu orang anak dengan satu orang guru/terapis. Kemudian satu orang guru/terapis yang bertindak sebagai pemandu terapi ini. Siapa pun dapat berperan sebagai guru/terapis pemandu. Seorang pemandu juga ditemani oleh seorang guru yang dapat memainkan alat musik (organ/keyboard) yang akan mengiringi anak-anak bernyanyi. Terapi ini diberikan selama 15-20 menit setiap hari. Sebaiknya diberikan sebagai kegiatan awal sebelum melaksanakan rutinitas terapi-terapi lainnya.

Terapi bernyanyi dapat diberikan terhadap seluruh anak autis, meskipun masing-masing mereka memiliki respon yang berbeda terhadap input sensori. Akan tetapi dalam kondisi tertentu dibutuhkan peran guru/terapis pendamping untuk memahami kondisi anak pada saat terapi berlangsung. Jangan memaksa anak untuk mengikuti kegiatan ini apabila ada kecenderungan anak untuk berprilaku negatif. Sebuah penelitian mengatakan bahwa penyandang autisme memiliki gaya kognisi yang berbeda, pada dasarnya berarti bahwa, otak mereka memproses informasi dengan cara berbeda. Mereka mendengar, melihat dan merasa, tetapi otak mereka memperlakukan informasi ini dengan cara yang berbeda.

Musik dan lirik lagu diperkenalkan secara bersamaan kepada mereka. Musik pengiring dapat menciptakan suasana yang membuat mereka merasa nyaman. Bahkan musik (introlude lagu) membantu anak menerka lagu apa gerangan yang akan dimainkan. Kata-kata atau lirik lagu diharapkan mampu merangsang kognitif mereka, sehingga mereka memberikan respon positif setiap lagu yang dinyanyikan. Kegiatan itu akan berlanjut kepada rangsangan motorik mereka dengan memaknai kata-kata melalui gerakan-gerakan tertentu sesuai dengan lagu yang sedang dinyanyikan.

Lagu-lagu yang digunakan dalam terapi bernyanyi ini sebaiknya lagu-lagu anak yang memiliki tema yang jelas. Tema lagu biasanya akan terlihat dari kata-kata yang ada dalam lirik lagu tersebut. Para guru/terapis harus menentukan tema lagu yang akan dinyanyikan. Karena terkadang ada kemungkinan lagu tersebut memiliki lebih dari satu tema. Misalnya lagu Satu-satu Aku Sayang Ibu. Lagu ini memiliki lebih dari satu tema yaitu tema angka/berhitung –satu, dua, tiga- dan tema keluarga –aku, ibu, ayah, adik, kakak. Ketika tema berhitung menjadi pilihan, maka anak akan diajarkan tentang konsep berhitung/angka atau sebaliknya.

Dalam penerapan terapi bernyanyi, lagu-lagu yang dipakai sebagai lagu terapi dapat dibagi atas tiga kategori lagu;

1) Kategori A: Lagu yang menonjolkan aspek kognitif perorangan. Lagu ini lebih fokus untuk melatih pemahaman anak secara individu dibantu oleh guru/terapis pendamping tentang kata-kata yang ada dalam lagu tersebut. Anak diharapkan bisa merespon secara verbal ataupun non-verbal. Lagu ini tidak banyak memberikan dorongan interaksi dengan insan autis yang lainnya( dua mata saya, topi saya budar, satu-satu aku sayang ibu).

2) Kategori B: Lagu yang menonjolkan aspek interaksi, kebersamaan. Kata-kata dalam lirik lagu lebih banyak menuntun anak untuk berinteraksi dengan teman di sekitarnya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan satu lagu bisa memenuhi kriteria kedua jenis lagu tesebut. Hal ini tergantung kepada tema lagu yang dipilih pada saat itu (lingkaran kecil, ular naga) .

3) Kategori C: Lagu yang dipilih karena jenis lagu tersebut dapat menciptakan suasana gembira. Kata-kata dalam lirik lagu tidak lagi menjadi fokus. Anak didampingi guru/terapis bergembira bersama mengikuti irama musik (cantik siapa yang punya, aku punya anjing kecil, becak, cicak, naik delman, burung kakaktua, naik kereta api, naik ke puncak gunung).

Untuk mencapai tujuan maksimal dari terapi bernyanyi ini dibutuhkan kreativitas guru dalam mencari lagu-lagu dan menentukan kategori lagu tersebut. Para guru/terapis pun dapat mengubah lirik lagu yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan anak berdasarkan tiga kategori lagu untuk terapi. Selain itu guru/terapi memiliki kesempatan untuk menuangkan idenya dengan menciptakan lagu khusus untuk terapi ini. Tentu saja ini bukanlah hal yang mudah.

Terapi bernyanyi ini juga dapat diberikan kepada anak sebagai kegiatan bernyanyi selingan ketika melaksanakan terapi yang lain. Pilihan lagu dapat disesuaikan dengan kegiatan terapi yang sedang berlangsug pada saat itu. Tentu saja tidak sampai mengganggu program terapi yang sedang diberikan kepada anak.

Terapi bernyanyi tidak hanya dapat dilaksanakan di sekolah. Para orangtua pun dapat melaksanakan program ini bersama anak tersayang. Hubungan antara guru/terapis dan orangtua dijalin dengan baik. Guru/terapis dan orangtua dapat saling berbagi cerita tentang lagu-lagu yang disukai oleh anak.

Mari Bernyanyi dengan Insan Autis

Mari Bernyanyi dengan Insan Autis

(Bagi Para Orangtua - 4)

Oleh: Sulfi Alhamdi

Topi saya bundar
Bundar topi saya
Kalau tidak bundar
Bukan topi saya

Lagu yang sederhana, dan … siapa sih yang tidak bisa menyanyikan lagu tersebut. Mari Bapak dan Ibu, kita ajak buah hati kita bernyanyi bersama. Topi saya bundar,Bundar topi saya, Kalau tidak bundar, Bukan topi saya. Mari kita jadikan lagu Topi Saya Bundar, bukan hanya sekedar lagu anak-anak yang gampang dihafalkan, akan tetapi merupakan lagu yang penuh arti yang dapat mengikat hati kita dengan buah hati.
Pak,… Buk,…. paling tidak ketika menyanyikan lagu ini, ada sebuah topi untuk membantu anak memahami konsep topi. Mungkin tidak harus bundar. Karena kita bisa mengabaikan kata bundar dalam lirik lagu tersebut. Topi, sambil memegang topi yang ada di atas kepala, saya (Meletakkan kedua telapak tangan di dada untuk memvisualkan kata ‘saya’. Kemudian bantu anak untuk meletakkan kedua tangannya di dadanya), bundar (membuka kedua tangan selebarnya ke arah samping, dari atas ke bawah yang memvisualkan kata ‘bundar’). Demikian seterusnya, karena kata-kata dalam lirik lagu tersebut diulangi beberapa kali. Sedangkan untuk kata Kalau tidak (menggerakkan salah satu tangan ke kiri dan ke kanan dengan satu jari telunjuk menghadap ke atas sambil menggelengkan kepala untuk memvisualisasikan phrasa ‘kalau tidak’). Untuk kata Bukan (dengan membuka seluruh jari salah satu tangan di depan dada dengan posisi menghadap ke atas sambil digoyangkan ke kiri dan ke kanan untuk memvisualisasikan kata ‘bukan’.)
Wow… ternyata sulit juga menguraikan gerakan satu lagu. Yang penting Bapak dan Ibu tetap bersemangat. Kegiatan ini bisa dilakukan berulang-ulang dengan sesering mungkin, sampai kita yakin anak telah terbiasa degan lagu ini. Setelah itu kita mulai mempersiapkan lagu berikutnya.

Bernyanyi Bersama Insan Autis III

Bernyanyi Bersama Insan Autis
(Bagi Para Orangtua - 3)

Oleh: Sulfi Alhamdi

Pada hari Minggu, ku turut ayah ke kota.
Naik delman istimewa, ku duduk di muka, …

Ku pandang lagit penuh bintang bertaburan
Berkelap kelip seumpama bintang berlian,…

Ambilkan bulan bu,
Ambilkan bulan bu,
Yang selalu bersinar …

Dan masih banyak lagu lainnya yang sering kita nyanyikan untuk mereka anak-anak kita. Tapi sadarkah kita, bahwa mereka sangat sulit untuk memahami lagu tersebut. Bagaimana Bapak dan Ibu memberitahukan mereka tentang makna dari semua kata-kata yang terangkai dalam kalimat dalam lirik lagu tersebut? Apa itu Pada hari Minggu?. Apa bedanya dengan hari yang lain? Ke Kota mana hendak dituju? Dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Anak yang ada di hadapan kita, adalah anak yang luar biasa. Mereka butuh perhatian penuh dari kita. Mereka butuh segalanya. Seandainya mereka seperti kakak atau adiknya yang bisa memahami lagu dengan begitu mudah, mungkin masalah tidak akan pernah muncul.
Bernyanyi hanya salah satu solusi untuk menghadapi hari-hari yang membosankan dengan anak kita (jangan marah ya Pak, Bu,…). Kebosanan dan kejenuhan adalah hal yang manusiawi. Saya pribadi juga tidak mengatakan bahwa dengan cara bernyanyi semua masalah teratasi. Paling tidak saya memberikan satu solusi yang bisa dilakukan semua orang (di lingkungan anak kita), dan bisa kapan dan dimana saja. (tapi jangan dipaksakan ya Pak, Bu…)
Saya juga yakin, Bapak dan Ibu pernah mengajak si buah hati bernyanyi bersama sambil bercengkrama. Coba kilas balik lagi pengalaman itu! Bermanfaat bukan? Ya… pasti, saya yakin. Lalu, apakah pernah megajarkan anak tentang makna kata-kata dalam lirik lagu tersebut? Bagaiamana reaksi mereka ketika Bapak dan Ibu berkomunikasi melalui lagu? Alhamdulillah. Ternyata sudah dilakukan.
Berdasarkan pegalaman berada di antara insan autis, saya juga menyadari bahwa tidak semua anak bisa kita ajak berkomunikasi melalui pelajaran bernyanyi. Semua tergantung pada karakter anak (tingkat autis si anak) . akan tetapi saya salalu berusaha untuk mengajak mereka berkomunikasi dengan lagu dengan bantuan para therapist yang lain.
Saya ingin forum ini menjadi wahana untuk bertukar lagu diantara kita. Untuk bertukar yang lain, mungkin di forum yang lain pula. Mungkin di antara anda yang sempat singgah di sini adalah seorang therapist, guru, atau orang yang dekat dengan insan autis, anda punya pengalaman tentang mengajak mereka bernyanyi, mari kita bertukar pengalaman.

Bernyanyi Bersama Insan Autis II

Bernyanyi Bersama Insan Autis
(bagi para orangtua - 2)

Oleh: Sulfi Alhamdi

Hari semakin hari terkadang semakin terasa berat dan lama. Hilangkan kesedihan dengan bernyanyi. Pecahkan suasana kaku dengan si buah hati dengan bernyanyi. Hibur kepenatan jiwa dan raga dengan berkomunikasi melalui lagu.

Pengobatan atau terapi untuk insan autis adalah kegiatan yang harus berkelanjutan. Proses tersebut bukan hanya saat mereka berada di klinik, tetapi di mana saja mereka berada. Selain itu butuh waktu yang lama untuk sampai kepada tahap penyembuhan. Bahkan kita juga harus bersiap, bahwa pengobatan itu akan berlanjut seumur hidup mereka. (saya tidak bermaksud untuk menakut-nakuti ho!)
Pada tulisan sebelumnya saya mengusulkan salah satu bentuk kegiatan yang diharapkan mampu untuk membantu mereka adalah pelajaran bernyanyi, atau bapak ibu juga boleh menyebutnya kegiatan beryanyi. Karena kalau dengan anda, hubungannya bukanlah antara guru dan murid lagi.
Kegiatan ini bisa dilakukan di mana saja, misalnya di rumah, atau dalam perjalanan. Seperti halnya saat di sekolah, orangtua atau siapa saja yang mengajak mereka bernyanyi, harus memahami lagu tersebut; tema dan konsep lagu. Supaya bernyanyi bukan hanya sekedar bernyanyi, tetapi juga dapat berinteraksi dan bekomunikasi dengan anak melalui kata-kata yang ada dalam lirik lagu. (ya…artinya Bapak dan Ibu harus memahami lagu itu dulu). Kalau sekedar menghafal lagu, saya yakin, semua orang bisa menyanyikannya. Untuk itu, bapak dan ibu dituntut untuk memahami lebih dalam lagi.
Kenyaataan yang kita temui (semoga bapak dan ibu setuju), bahwa lagu-lagu anak yang ada, tidak semua bisa kita pakai untuk kegiatan ini. Kita harus memilih lagu apa yang bisa dinyanyikan dan bisa mengajak mereka berinteraksi langsung. Lagu yang terlalu panjang, konsep dan tema yang kurang tegas, bukanlah lagu yang menjadi pilihan kita. Lagu yang dipilih adalah yang memiliki tema dan konsep yang terarah.
Bayangkan anda menyanyikan salah satu dari lagu anak yang anda sukai. Sebelum itu anda harus fikirkan lagu tersebut memiliki konsep dan tema tentang apa. … Baik, sekarang nyanyikanlah! Bisakah anda memvisualkan kata-kata tertentu dalam lirik lagu tersebut. Jika anda dapat melakukannya, anda telah berhasil dan menemukan satu lagu yang dapat anda nyanyikan bersama si buah hati. Atau anda mengalami kesulitan? Tenyata tidak semudah yang Bapak dan Ibu kira.
Kesulitan yang ada alami juga merupakan kendala bagi saya ketika haru memilih lagu. Karena disadari atau tidak, lagu-lagu tersebut memang diciptaan bukan untuk anak-anak kita yang berkebutuhan khusus. Dengan sedikit memaksakan, saya akan memberikan saran beberapa judul lagu yang dapat dipakai untuk kegiatan ini.

Judul Lagu

Tema dan Konsep

1.

Satu-satu Aku Sayang Ibu

Berhitung (1-3), keluarga (ibu, ayah, adik dan kakak)

2

Dua Mata Saya

Berhitung (1-2),Panca indra (mata, hidung, telinga, mulut, + kaki dan tangan)

3

Topi Saya Bunda

Diri(saya) Bangun (bundar)

Ketiga lagu ini merupakan lagu yang paling sering dinyanyikan di tempat terapi. Sementara lagu-lagu anak yang yang lain masih dinyanyikan bersama, tapi hampir tidak memiliki konsep dan tema yang jelas. Seperti Naik Delman, Aku Punya Anjing Kecil, Becak, dan masih banyak yang lainnya.
Lagu Satu-satu ku Sayang Ibu. Siapa sih yang tak kenal dengan lagu ini. Konsep berhitung yang ada dalam lirik lagu dapat kita gunakan untuk memberikan pemahaman angka kepada anak. Hanya saja dalam lirik lagu tersebut hanya ada hitungan 1-3. Selain itu kita bisa mengenalkan konsep keluarga seperti kata-kata; ayah, ibu, adik dan kakak.

  1. Satu satu aku sayang ibu

  2. Dua dua juga sayang ayah

  3. Tiga tuga sayang adik kakak

  4. Satu dua tiga sayang semuanya.

Mari kita lihat konsep berhitung dalam lagu tersebut. Pada kalimat (1) kata satu satu, diiringi dengan mengacungkan jari telunjuk, yang melambangkan jumlah satu. Pada kalimat (2) kata dua dua diiringi dengan mengacugkan jari telunjuk dan tengah yang melambangkan jumlah dua. Pada kalimat (3) kata tiga tiga diiringi dengan mengacugkan jari telunjuk, tengah dan manis yang melambangkan jumlah tiga. Dan pada kalimat terakhir (4) satu dua tiga sambil memberikan contoh tiga hitungan tersebut secara bergantian.
Selain konsep dan tema berhitung,lagu ini juga mempunyai tema keluarga. Yaitu ibu, ayah, adik dan kakak. Sama halnya dengan konsep dan tema berhitung, kata-kata ibu, ayah, adik dan kakak juga diiringi dengan memvisualkannya. Ketika mengatakan kata Ibu, maka bantu anak memahami ibu dengan memvisualkannya. Kata ayah dan ibu bisa diganti dengan kata-kata yang lain yang disesuaikan dengan panggilan anak kepada Bapak dan Ibu.
Untuk dua lagu lainnya, saya percayakan kepada Bapak dan Ibu untuk mencobanya sendiri tanpa arahan dari saya. Dan untuk melalakukan hal ini, kita tidak terikat dengan kata-ata dalam lirik lagu tersebut. Kita dapat saja mengubahnya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan kita. Atau yang lebih hebat lagi, lagu tersebut adalah ciptaan dari Bapak dan Ibu. Karena saya yakin Bapak dan Ibu mampu melakukannya. Selain itu memang sulit untuk menggunakan lagu lainnya dengan metode ini.

Bernyanyi Bersama Insan Autis

Bernyanyi Bersama Insan Autis
(Bagi Para Orangtua - 1)

Oleh: Sulfi Alhamdi

Suatu Alternatif Terapi Autis.

Pak… Bu… autisme bukan lagi hal yang baru, aneh, asing bagi kita di negara ini. (tul nggak…???!!!) Orangtua yang memiliki anak dengan masalah tersebut tidak harus merasa khawatir. Informasi tentang autis dapat diperoleh dari mana saja. Banyak buku yang membahas tentang apa itu autisme. Selain itu banyak laman/situs di internet yang juga membahas tentang apa itu autisme. Tak ketinggalan seminar-seminar yang membahas tentang autisme diadakan untuk membantu para orangtua. Selain itu, banyak klinik/sekolah yang khusus tersedia untuk mereka yang berkebutuhan khusus.
Laman/situs ini bertujuan untuk membantu orangtua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus tersebut. Tentu saja ruangan ini bukan satu-satunya laman yang dapat diakses untuk mencapai tujuan tersebut. Paling tidak, laman ini diharapkan memberikan pengetahuan lain tentang bagaimana cara memahami insan autis. Selain para orangtua, laman ini juga bermaksud untuk berbagi pengalaman dengan para therapist dalam menangani insan autis.
Pak…Bu… siapa pun dia, apa pun dia dan bagaimana pun dia, dia adalah bagian dari kita. Anak yang dititipan oleh Yang Maha Kuasa untuk kita. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, insan autis membutuhkan kasih sayang dan belaian dari orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Mereka memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan yang kadang sangat sulit untuk dipahami oleh siapa pun. Sebagai orangtua, kita selalu berupaya melakukan apa saja. Mulai dengan melakukan hal yang masuk akal, bahkan hal yang tidak masuk akal pun terkadang menjadi pilihan kita untuk mereka (benar nggak sih…, mudah-mudahan salah ya, Pak… Bu…)
Harus diakui, kadang rasa frustasi kadang menyelimuti hati kita (ya… paling tidak saya merasakannya ketika megajar mereka-capek dehh !!!). Boleh saja sih, rasa itu ada. Tapi tidak boleh berlarut-larut. Karena tidak akan mengubah keadaan. Dia adalah bagian dari hidup kita (bener toh!). Hari semakin hari terkadang semakin terasa berat dan lama. Segala upaya sudah maksimal. Hilangkan kesedihan dengan bernyanyi. Pecah suasana kaku dengan si buah hati dengan bernyanyi. Hibur kepenatan jiwa dan raga dengan berkomunikasi melalui lagu.
Autisme bukanlah gangguan yang disebabkan oleh faktor tunggal. Banyak hal yang dapat menyebabkan kelainan tersebut, faktor penyebab pada tiap anak tidaklah sama. Begitu juga halnya dengan karakter setiap insan yang mengalami gangguan tersebut (itu hasil penelitian para ahli lho… Pak!?). Demikian juga dengan pengobatannya, banyak faktor yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Hal utama yang harus Bapak-Ibu sadari adalah bahwa setiap insan autis memiliki karakter yang berbeda. Artinya tidak semua jenis terapi yang dapat diberikan kepada mereka. Contohnya, di sekolah, si A diberikan terapi Okupasi dengan teknik tertentu. Cara tersebut belum tentu cocok dengan anak kita. Mungkin dia butuh teknik yang lain, atau bahkan tidak butuh sama sekali (apa iya…ya, waduh!!!). –itu hanya perumpamaan. Untuk melakukan segala macam teknik terapi tersebut, kita serahkan sahaja pada para therapist, yang memang lebih memahaminya dari pada Bapak dan Ibu sekalian. Tapi harus diingat, (inga… inga) peran aktif orang tua dan orang disekitarnya sangat dibutuhkan. Terutama saat berada di lingkungan keluarga.
Terus terang, laman ini tidak akan mengajak Bapak-Ibu berpusing-pusing pening untuk memahami istilah-istilah yang memang sudah bikin keder. Biarkan saja para ahli dan para therapist di sekolah yang mengafalkan istilah-istilah itu. Laman ini ingin mengajak Bapak-Ibu, para therapist, dan yang lain (yang berminat saja) untuk berkomunikasi praktis dengan insan autis (praktis gimana… wong diajak ngomong aja susah).
Bagaimana caranya? (gimana ya…?). Ada banyak program terapi yang diberikan di sekolah khusus autis. Di tempat saya mengabdi sebagai tenaga therapist, ada beberapa kegiatan pemanasan sebelum mereka masuk pada materi inti. Kegiatan yang bertujuan untuk mengajak mereka bersosialisasi antara satu dengan yang lain. Kegiatan tersebut adalah senam bersama, permainan berkelompok, lalu bernyanyi besama (itu adalah kegiatan rutin di sekolah tempat saya mengajar).
Pak… Buk, saya sudah berbilang tahun mengabdi di klinik/sekolah khusus untuk anak-anak yang berkebutuhan ksusus. Saya khusus ditugasi untuk mengajak mereka bernyanyi (bersama-sama). Saya sangat yakin meskipun seorang penyanyi profesional pun belum tentu dapat melakukannya. Ternyata (menurut saya) bernyanyi itu memberikan pengaruh positif untuk mereka. Bernyanyi bukan hanya menjadi kegiatan bersenang-senang, tapi lebih dari itu (segalanya ada di sana). Kegiatan ini dapat menetralisir kondisi psikis mereka. Kondisi yang bagaimana? Kondisi psikis yang dimaksud adalah : ada anak yang datang dari rumah dengan perasaan kesal, menangis, dan senang (ada yang berlebihan, ada yang sedang-sedang saja).
Pelajaran bernyanyi bersama ini juga diberikan sebagai sesi penutup kegiatan terapi. Tujuannya adalah untuk menetralisir kembali kejenuhan mereka setelah dihadapkan dengan materi terapi yang seabrek-abrek. Sehingga mereka kembali ke rumah, lingkungan keluarga dengan perasaan senang (amin… semoga…meski masih ada yang nangis gak mau pulang, pengen nyanyi terus).
Tadi katanya untuk melatih berkomunikasi??!!
O … iya… Yang tadi itu adalah manfaat kegiatan bernyanyi secara umum. Selain itu, ini yang khususnya ya… pelajaran ini diharapkan dapat melatih kognitif anak. Lebih jauh diharapkan anak dapat berkomunikasi verbal atau minimalnya komunikasi non verbal.
Kata-kata tertentu yang ada pada lirik lagu yang dinyanyikan, akan menjadi fokus pemahaman kosa kata mereka. Tentu saja dengan memilih lagu-lagu anak tertentu yang dapat mendukung pelajaran ini. Untuk tujuan pelajaran bernyanyi ini, tidak semua lagu dapat kita pakai. Saya memilih lagu-lagu anak yang bisa divisualkan kepada anak. Misalnya pada lagu dua mata saya ;
Dua mata saya
Hidung saya Satu
dua kaki saya
punya sepatu baru.

Lagu ini memiliki dua tema. Tema berhitung, dan tema bagian tubuh. Akan tetapi, kita harus fokus dulu pada satu tema. Misalnya tema bagian tubuh. Ketika kata mata disebutkan, maka kita akan menunjukan mata. Dan demikian seterusnya. Kita juga boleh mengambil tema behitung. Dengan melakukan cara yang sama./
Sekarang saya kasih kesempatan kepada Bapak dan Ibu dan yang lainya untuk melanjutkan lagu tersebut, …. Untuk tema bagian tubuh, lumayan ada lima bagian tubuh yang disebutkan (mata, hidung, kaki, telinga, mulut + satu lagi tangan - kalau mau menambahkan yang lain…monggo,…). Tapi bagaimana dengan tema berhitung…???!!!
Pada intinya, Bapak… Ibu…, kegiatan ini juga bisa kalian lakukan. Tapi jangan hanya sekedar menyanyi. Nanti anaknya hafal lagu, tapi tidak tahu maknanya.
Pak… Bu…, ingat ya, belum tentu cara ini berhasil dengan baik pada setiap anak. Yang penting ada usaha dulu lah!

Kamis, 13 Maret 2008

Mendongeng

Membangun Kreativitas Berbahasa Anak
Melalui Cerita Boneka Tangan
(Oleh: Sulfi Alhamdi)
-Telah ditampilkan dalam seminar Nasional Bahasa da Sastra Indonesia XVI (HPBI)
di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
16-18 Mei 2008
Abstrak

Seorang anak yang dibesarkan di lingkungan yang menggunakan bahasa Indonesia memiliki kendala dalam berbicara/berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Salah satu kendala tersebut adalah besarnya pengaruh penggunaan bahasa ibu tersebut terhadap kebiasaan dan kerangka berfikir mereka. Ketika seorang anak berada di lingkungan di mana ia harus berbahasa Indonesia (di sekolah), ide-ide kreatif mereka terhalang, karena berada dalam tekanan, bahwa apa yang diungkapannya harus berbahasa Indonesia yang bisa dimengerti oleh orang yang mendengarkannya pada saat itu. Dengan mendongeng dapat menciptakan suasana santai, sehingga anak bisa rileks dan menyatu dengan suasana yang tercipta ketika mendongeng sedang berlangsung. Dan pada akhirnya memunculkan kreativitas mereka dalam berbahasa yang bertujuan untuk mengungkapkan ide-ide kreativitas itu sendiri.
Pendahuluan

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa adalah alat komunikasi. Menurut Ricard (dalam Tarigan 1990 : 13) mengatakan bahwa komunikasi adalah pertukaran ide-ide, gagasan-gagasan, informasi dan sebagainya antara dua orang atau lebih. Ketika komunikasi itu berlangsung dalam satu komunitas bahasa tertentu maka proses penyampaian ide-ide tersebut tidak akan mengalami banyak masalah, begitu juga pada anak usia dini. Akan tetapi ketika mereka berbicara dengan bahasa Indonesia, terutama pada situasi formal di dalam kelas, mereka akan menemui kendala. Kendala tersebut tidak lain adalah penggabungan ide-ide tersebut dengan bahasa yang akan digunakan. Kita harus ingat dan tidak perlu malu bahwa buat sebagian besar rakyat kita, bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua (Tarigan 1988 : 127).
Kemampuan berkomunikasi, berbicara dan berbahasa dapat diperoleh dimana saja dan kapan saja. Mulai dari lingkungan keluarga kecil, keluarga besar, lingkungan sekitar tempat tinggal, dan sekolah. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa buat berkomunikasi. Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh, juga merupakan bawah sadar (Tarigan 1988 : 127). Untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi pada anak usia dini secara formal dapat diperoleh di sekolah. Sekolah taman kanak-kanak (TK) yang ada, terutama di kota Palembang menawarkan berbagai macam program pembelajaran yang mendukung kemampuan berkomunikasi tersebut. Salah satunya adalah mengadakan kelas mendongeng. Selain mengembangkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi anak, mendongeng juga memiliki nilai hiburan terhadap anak. Banyak aspek pendidikan yang terdapat dalam mendongeng. Dongeng mengajarkan banyak hal selain itu tidak ada anak yang tidak suka mendengarkan dongeng.
Tidak ada anak yang tidak senang mendengarkan dongeng. Entah itu dongeng yang dibacakan dari buku atau dongeng yang telah sangat melekat di benak orangtua sehingga dapat disampaikan secara lisan dengan improvisasi di sana sini. Buktinya tokoh dalam dongeng akan selalu diingat oleh anak bahkan hingga mereka dewasa, baik yang baik maupun yang jahat. Ternyata dongeng memiliki banyak manfaat bagi anak. Sebut saja mengembangkan daya pikir dan imajinasi, kemampun berbicara, serta daya sosialisasi karena melalui dongeng anak dapat belajar mengakui kelebihan orang lain sehingga mereka menjadi lebih sportif (geodesy.gb.itb.ac.id : 2007).
Untuk mendongeng dibutukan kemampuan khusus bagi penyampainya. Dongeng lebih dikenal sebagai kegiatan yang dilakukan di rumah yang bertujuan untuk menidurkan anak, atau mengisi waktu senggang dalam keluarga. Menurut psikolog Bibiana Dyah Sucahyani (Electronical publishing,Batam Pos on line akses 16-04-2007, pukul 09.00) mengatakan bahwa di lingkungan keluarga mendongeng merupakan pola pendidikan yang paling ampuh dan efektif. Anak menjadi lebih mengerti apa yang boleh dilakukan dan yang tidak, apa yang baik dan apa yang tidak baik, tanpa harus dengan cara memarahi. Dari sebuah kegiatan keluarga (non formal) dongeng dibawa ke sekolah sebagai salah satu pelajaran dengan berbagai macam tujuan pembelajarannya. Salah satunya adalah untuk meninggkatkan kemampuan anak dalam berinteraksi komunikasi.
Dongeng yang menjadi pilihan dalam makalah ini adalah dongeng dengan menggunakan boneka tangan. Boneka tangan yang bisa berbentuk (menyerupai) berbagai macam tokoh (biasanya tokoh binatang). Mengapa memilih dongeng dengan boneka tangan? Menggunakan boneka tangan sebagai alat bantu akan membuat suasana kelas lebih berkonsentrasi pada cerita yang akan disampaikan. Selain sebagai alat bantu cerita, boneka juga bisa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi langsung dengan anak. Boneka bisa mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara langsung yang muncul dari anak. Interaksi komunikasi dengan anak bisa tercipta sehingga ide-ide kreatif dalam menggunakan bahasa mereka dapat disalurkan. Selain itu dengan boneka tangan, bahasa yang digunakan akan mempengaruhi cara anak dalam menanggapi pertanyaan atau dalam memberikan pertanyaan. Yang lebih penting lagi, mereka bisa berkomunikasi langsung menuangkan ide yang disesuaikan dengan topik cerita.
Selain itu, menggunakan boneka tangan, ide cerita yang akan disampaikan akan sangat bervariasi. Si pendongeng/pencerita tidak harus menceritakan cerita-cerita legenda atau seperti dongeng pada umumnya, akan tetapi bisa mengangkat ide yang ada dalam kehidupan keseharian anak-anak. Atau lebih tepat dikatakan bahwa dengan bercerita menggunakan boneka tangan, maka cerita yang akan disampaikan adalah cerita tentang keseharian yang dialami anak-anak.
Objek penelitian adalah di salah satu TK swasta yang ada di kota Palembang. Pelajaran mendongeng diberikan sebatas sebagai kegiatan kelas ekstra kurikuler. Dalam kelas mendongeng ini melibatkan satu orang pencerita dan beberapa orang anak (10-15 orang) yang tergabung dalam satu kelas. Anak-anak duduk di lantai dengan posisi membentuk setengah lingkaran yang menempatkan posisi pencerita di tengahnya. Suasana kelas akan terasa sangat rileks, ketika pelajaran mendongeng dimulai. Pada saat pertama kali kelas mendongeng diperkenalkan, biasanya mereka sangat antusias dan bersiap-siap dengan gerangan apa yang akan terjadi. Pada kelas mendongeng berikutnya, sebelum mendongeng, biasanya beberapa orang anak akan memberanikan diri untuk berkomunikasi dengan boneka tangan yang sudah terpasang. Kendala yang dihadapi seorang anak biasanya terletak pada penggabungan ide kreatif berbahasa dengan bahasa yang akan digunakan.

Pembahasan

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis yaitu suatu penelitian yang akan memaparkan data temuan dari sumber data yang ada dan kemudian dianalisis sesuai dengan landasan teori.
Palembang adalah salah satu daerah di Indonesia yang bahasa ibunya bukanlah bahasa Indonesia. Palembang menggunakan bahasa Melayu Palembang dalam bahasa keseharian. Pengaruh bahasa Melayu Palembang sangat lekat dalam tata cara kehidupan orang Palembang. Beberapa unsur teori belajar yang mendasari PBK (Pengajaran Bahasa Komunikatif) bisa ditemukan pada beberapa kegiatan pengajaran bahasa komunikatif (Azies et all 2000 : 24) Dongeng atau cerita boneka tangan adalah salah satu dari kegiatan tersebut yang mendukung interaksi komunikasi dalam memancing ide-ide kreatif pada anak usia dini.
Bahasa Melayu Palembang dan Bahasa Indonesia tidaklah terlalu jauh berbeda, seperti halnya bahasa-bahasa daerah rumpun Melayu lainnya. Akan tetapi tetap saja bahasa daerah tersebut mempengaruhi penggunaaan bahasa Indonesia apalagi dalam situasi formal seperti di sekolah data proses pembelajaran. Dengan mendongeng atau bercerita dengan menggunakan boneka tangan akan membantu anak dalam mengatasi masalah tersebut. Hipotesis Konstarastif yang dikembangkan oleh Charles Fries (1945) dan Robert Lado (1957) menyatakan bahwa
Kesalahan berbahasa yang dibuat dalam belajar B2 adalah karena adanya perbedaan B1 dan B2. Sedangkan kemudahan dalam belajar B2 disebabkan oleh adanya kesamaan antara B1 dan B2. Jadi adanya perbedaan antara B1 dan B2 akan menimbulkan kesulitan dalam belajar B2, yang mungkin juga akan menimbulkan kesalahan; sedangkan adanya persamaan antara B1 dan B2 menyebabkan terjadinya kemudahan dalam belajar B2.
Cerita boneka tangan disampaikan kepada anak dengan menggunakan bahasa Indonesia. Oleh karena bahasa Melayu hampir tidak jauh berbeda degan bahasa Indonesia, maka proses pembelajaran bahasa tidaklah terlalu sulit. Dua hal antara B1 dan B2 yang dikutip di atas bisa memberikan gambaran bahwa antar bahasa Melayu dan bahasa Indonesia bisa menjadi mudah dan menjadi hal yang menyulitkan anak dalam memahami kontek komunikasi formal ketika dongeng sedang berlangsung.
Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar; para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa buat berkomunikasi. Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh, juga merupakan bawah sadar. Kita pada umumnya tidak menyadari benar-benar kaidah-kaidah bahasa-bahasa yang kita peroleh (Tarigan 1988 : 128). Bagaimana pun dalam penelitian ini data yang diamati adalah kalimat atau ucapan yang keluar dari anak, yang berhubungan dengan tema atau jalannya cerita.
Seorang pencerita sebaiknya juga memahami tentang ide cerita yang akan dibawakannya. Seorang pencerita harus memiliki skenario dari cerita tersebut. Untuk tercapainya sebuah interaksi komunikasi dengan anak, maka seorang pencerita harus memenuhi beberapa kriteria atau aspek penting dari bahasa.
Menurut Mar’at ada 3 Aspek Penting dari Fungsi Bahasa.
1. Speech Act.
Yang paling sering dijumpai adalah bentuk bertanya, pemberitahuan dan perintah. Peranan intonasi dan kontek pembicaraan mempunyai peranan penting dalam membantu pendegar menentukan fungsi yang dimaksud dalam suatu tuturan.
Seorang pencerita harus menguasai seni penceritaan dongeng. Harus mampu menguasai intonasi, menjaga kestabilan jalan cerita, dan sanggup berkomunikasi dengan anak ketika dalam bercerita.
2. Thematic Structure.
Adalah penilaian tentang keadaan mental pada saat seseorang berbicara. Seseorang pembicara harus mempunyai gambaran kira-kira tentang apa yang ada pada pikiran pendengarnya pada waktu itu. Yaitu pada waktu ia berbicara. Ia harus memperhatikan hal-hal apa saja yang telah diketahui oleh pendengar dan hal-hal apa saja yang belum.
Ketika menentukan satu topic cerita yang akan disampaikan, pencerita harus berupaya memahami penguasaaan kosakata yang ada pada anak. Bagaimana seorang pencerita bisa memakai kosakata lama/yang sudah dimengerti, dan memperkenalkan kosakata baru untuk mereka.
3. Propositional Content.
Karena pembicara ingin menyampaikan ide-ide tertentu kepada pendegar, maka kalimat yang dipilih harus pula merefleksikan jalan si pembicara mengenai objek, kejadian-kejadian dan fakta-fakta yang ada.
Menyederhanakan kalimat-kalimat untuk membantu anak memahami isi cerita adalah tugas seorang pencerita. Cerita yang dipilih pun idenya harus mengenai objek dan kejadian-kejadian dan fakta-fakta yang ada.
Ketika cerita akan dimulai dan sedang berlangsung, biasanya anak akan tetap fokus pada cerita yang akan disampaikan. Meskipun ada (banyak) di antara mereka yang kurang peduli. Akan tetapi mereka yang fokus pada cerita, akan memberikan reaksi baik dengan bahasa verbal maupun bahasa non-verval. Mereka mencoba memahami jalan cerita dengan ikut terlibat dalam cerita tersebut. Keterlibatan itu mereka tunjukan dengan menyela percakapan yang ada dalam cerita atau dengan menjawab pertanyaan pencerita, baik sebagai tokoh dalam cerita atau sebagai pencerita itu sendiri. Bahkan diantara mereka ada yang sengaja mengulang beberapa poin percakapan atau mengekspresikan dengan bahasa verbal dari prose cerita yang sedang belangsung. Proses kognitif yang terjadi pada waktu seseorang berbicara dan mendengarkan antara lain megingat apa yang baru didengar, mengenal kembali apa yang baru didengar itu sebagai kata-kata yang ada artinya, berfikir mengungkapkan apa yang telah tersimpan dalam ingatan dalam bentuk ujaran atau tulisan. (Mar’at 2005 : 1)
Mar’at menjabarkan proses kognitif yang terjadi pada saat seorang berbicara dan mendengarkan lawan bicaranya. Hal ini bisa dijabarkan pula ketika dongeng/cerita boneka sedang berlangsung.
1. Mengingat apa yang baru didengar.
Terkadang ada beberapa dari kosa kata yang diucapkan pencerita yang diulang kembali oleh anak sebagai ujud dari proses mengingat apa yang didengar. Mereka secara spontan mengungkapkan ide kreatif mereka.
Pre Test (tanpa boneka tangan)
Pencerita : “Kita harus rajin gosok…gigi. Siapa yang tahu bagaimana cara menggosok gigi?
Fajri, Salsa, Rio, Fajri : (mereka langsung menunjukan ekspresi bagaimana caranya menggosok gigi. Sambil mereka memahami arti gosok gigi dan menirukan mereka memperhatikan kawan-kawan yang lain untuk menyamakan ekspresi mereka.)
Test (dengan boneka tangan1)
Pencerita : (Rabbit) Teman-teman, aku kan belum pernah menggosok gigi, bagaimana ya caranya?
Fajri : Mak ini nah, Rabbit! (sambil memperagakan cara menggosok gigi)
Pencerita : Iya, Fajri Seperti apa? Seperti ini.
Salsa : (sambil memperagakan cara menggosok gigi)
Rio : Ya Rabbit, seperti ini, kamu bisa? (sambil memperagakan cara menggosok gigi)
Nita : (sambil memperagakan cara menggosok gigi)

Post test (dengan boneka tangan2)
Pencerita : (Rabbit) Aduh… gigiku sakit sekali. Aduh… tolong.
Fajri : Makanya jangan makan permen terus.
Salsa : Iya Rabbit, jangan makan permen.
Rio : Aku juga suka makan permen, tapi gigi ku tidak sakit.
Nita : Ya Rabbit, kamu harus rajin sikat gigi.

2. Mengenal kembali apa yang baru didengar.
Ketika pertama kali kelas mendongeng/bercerita dengan boneka, mereka belum mengenal apa pun tentang boneka tangan. Ketika mereka diberitahu bahwa nanti akan ada cerita boneka, yang ada dalam pikiran mereka adalah beberapa pertanyaan. Apa sih cerita boneka tangan itu? Seperti apakah cerita itu? Kali berikutnya mereka telah mempunyai pengalaman dengan cerita boneka tangan. Lalu mereka berlomba untuk mengenal kembali apa yang telah mereka alami.
Pre Test (tanpa boneka tangan).
Pencerita : (Saat bercerita, anak-anak ada memperhatikan dan ada yang tidak peduli)
Fajri, Salsa, Rio, Nita : (hanya mendengarkan, sambil senyum, dan tertawa).
Test (dengan boneka tangan1).
Pencerita : (Saat mempersiapkan boneka, dan sebelum boneka disarungkan)
Fajri : Apo itu pak sulfi, Boneka yo?
Pencerita : Apa sayang, ya ini boneka kelinci, ini boneka beruang
Rio : Hey jingok itu, ado gambar wortelnyo (gambar wortel dibaju boneka kelinci).
Post test (dengan boneka tangan2).
Pencerita : Anak anak, apa warna si Rabbit?
Fajri : Pink, ada gambar wortel juga.
Salsa : Sama dengan boneka aku dirumah
Rio : Kalau Teddy warnya coklat

3. Berpikir mengungkapkan apa yang telah tersimpan dalam ingatan dalam bentuk ujaran.
Ketika mereka melihat/memperhatikan kedua boneka tangan, mereka mencoba memahai sesuatu terhadapnya. Ada beberapa hal yang mereka rasakan dan mereka mulai berpikir untuk mengungkapkan apa yang telah tersimpan dalam ingatan mereka.
Pre Test (tanpa boneka tangan)
Bercerita tanpa boneka tangan dilakukan pada saat pertama. Ketika itu belum ada reaksi yang diberikan anak.
Test (dengan boneka tangan 1).
Nita : eh, hidungnya lucu ya.
Rio : Rabbit, kamu bawa permen? Aku mau, dong!
Fajri : Kamu galak makan permen yo?
Post test (dengan boneka tangan2).
Rio : Halo Pak Sulfi apa kabar?, (pencerita),Halo Rabbit (boneka kelinci berwarna pink), Halo Teddy (boneka beruang berwarna coklat).
Fajri : Kok bonekanyo itu-itu terus ya
Pencerita : Iya nih, Pak Sulfi kan Cuma punya ini.

Dongeng/cerita boneka tangan akan memberikan kemudahan kepada anak dalam mempelajari bahasa sebagai bahasa komunikasi dalam menuangkan ide-ide kreatif mereka. Menurut Bilbiana dengan dongeng anak bisa mencerna lebih gampang keadaan yang terjadi disekitarnya dan bagaimana menyikapinya (Batam Pos on line). Dongeng/cerita boneka tangan bisa juga mengajarkan anak tanggap menghadapi situasi sesuai dengan topik cerita yang sedang berlangsung. Mereka kembali mengungkapkan ide kreatif mereka ketika mereka menginginkannya.
Pencerita : (Teddy) hey Rabbit, kamu kenapa? Gatal ya? Pasti kamu belum
mandi.
(Rabbit) iya, aku….
Nita : Iya, nanti badannya bau. i… (sambil menunjukan ekspresi bau)
Rio : aku idak bauk.(sambil mencium baju di bawah dagu)
Siapa pun di dunia ini membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi. Manusia tidak lepas dari bahasa dalam kehidupannya. Segala aspek kehidupan berakar dari bahasa. Dengan bahasa kita bisa melakukan segala hal. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi. Sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi (Chaer 2003 : 30). Dalam mendongeng/cerita boneka tangan yang bertujuan untuk membantu anak dalam berinteraksi komunikasi guna memacu ide-ide kreatif mereka dalam berbahasa. Cara ini dianggap memenuhi lima fungsi dasar bahasa yang dirumuskan oleh Kinneavy (Chaer 2003 : 33)
Ke lima fungsi dasar tersebut adalah :
(diamati ketika memberikan post test (cerita boneka 2))
Fungsi ekspresi. Pernyataan senang, benci, kagum, marah, jengkel, sedih.
Dengan mendongeng/cerita boneka, baik pencerita maupun pendengar dapat mengungkapkan pernyataan senang,, benci, kagum dll.pencerita bisa memberikan pertanyaan agar anak menjawab atau bisa memancing anak untuk bertanya, sehingga ketika bertanyapun anak bisa mengekpresikan rasa kagum, senang, benci dan sedih.
Pencerita : Teman-teman, aku punya permen dan coklat, nanti kamu akan
saya kasih, mau ya?
Fajri : Mau. Aku mau. Tapi nanti gigiku sakit.
Pencerita : Siapa yang tiap hari selalu mandi?
Salsa : Saya.
Nita : saya mandi pakai sampo.
Fungsi Informasi. Menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain.
Dalam kelas mendongeng, baik pencerita ataupun si pendengar dapat menyampaikan pesannya kepada orang lain. Pesan tersebut adalah pesan-pesan yang biasanya mereka sudah pernah mendengarnya. Akan tetapi pada saat itu, kalimat tersebut muncul kembali karena adanya stimulus.
Pencerita : Teman-taman, kita tidak boleh terlalu banyak makan permen,
nanti gigi kita sakit.
Rio : Ya, nanti gigi kita sakit.
Fajri : Nanti aku gosok gigi,
Nita : Gigi Adi ada hitamnya
Fungsi Ekplorasi. Menjelaskan sesuatu hal, perkara dan keadaan.
Anak-anak yang kreatif pun mempunyai kesempatan untuk menjelaskan sesuatu. Ketika ia mengetahui sesuatu maka memalului stimulus, ia pun akan mencoba melakukan sesuatu untuk menjelaskan idenya.
Fajri : Rabbit warnanya pink!
Nita, Rio : Teddy warnanya coklat.
Pencerita : Kalau pak Sulfi warna bajunya apa?
Semua anak : Biru.

Fungsi Persuasi. Fungsi bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melalkukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik.
Pada tahap selanjutnya anak akan berusaha mengajak atau mendominasi temannya dengan kemauan dan keinginannya. Bahkan sering kali tejadi adu mulut diantara mereka untuk mempertahankan pendapatnya.
Pencerita : Teman-teman, rabbit tidak tahu cara menggosok gigi. Ada yang
tahu cara menggosok gigi?
Semua Anak : i..i (sambil menunjukan cara menyikat gigi dengan gerakan kiri
dan kanan.)
Pencerita : Kalau gigi depan, kita mesti mengosok seperti ini! (sambil
mempergakan gerakan atas bawah)
Semua anak : Ini i..i.. (sambil menirukan gerakan dari pencerita, dan
Saling memperlihatkan kepada temannya.)

Fungsi Entertain. Fungsi untuk menghibur.
Dalam percakapan sehari-hari antara pendengar dan pembicara pun terjadi kelucuan-kelucuan, entah itu dari bahasanya atau ekspresi dan gerak tubuh. Maka dalam mendongeng fungsi menghibur adalah unsur yang mutlak. Seorang pendongeng harus dapat menjalankan fungsi itu dengan baik.
Pencerita : Teman-teman, aku mau bernyanyi. Dengar ya. Bangun tidur
kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi. Habis itu ku tidur
lagi…
Fajri : hu…hu… bukan begitu Teddy. Aku bisa.

Penutup.

Banyak hal positif yang dapat kita sampaikan kepada anak dengan cara mendongeng/cerita boneka. Tidak hanya memancing mereka untuk berinteraksi komunikasi, tetapi juga menanamkan nilai-nilai yang lain. Berawal dari sebuah cerita pengantar tidur, kemudian menjadi kegiatan di waktu senggang, saat ini dongeng/cerita boneka telah menjadi sebuah kegiatan pengajaran di sekolah. Semoga dengan program ini, anak tidak hanya menjadi lawan bicara pencerita, tetapi juga diharapkan bisa sebagai pencerita, dan bisa menciptakan cerita dengan bahasa mereka sebagai wujud suksesnya penumpahan ide kreatif mereka dalam berkomunikasi.

Daftar Pustaka

Akbar-Hawadi, Reni. 2004. Psikologi Perkembangan Anak. Mengenal Sifat, Bakat dan Kemampuan Anak. Jakarta. PT. Grasindo.

Azies, Furqanul dan A Chaedar Alwasilah. 2000. Pengajaran Bahasa Komunikatif. Teori dan Praktek. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Batam. 2007. Mendidik Anak Melalui Dongeng. (artikel) Batam. Batam Pos On line.

Bunanta, Murti. 2003. Anak dan Minat Budaya. Dimanakah Usaha dan Tanggung Jawab Kita? (Makalah Konggres Kebudayaan V, di Bukittinggi.)

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik. Kajian Teoretik. Jakarta. Rineka Cipta.

Mar’at. Samsunuwiyati. 2005. Psokolinguistik. Suatu Pengantar. Bandung. Refika Aditama.

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung. Angkasa.

_______. 1990. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung. Angkasa.